Pasangan calon presiden Anies Baswedan dan calon wakil presiden Muhaimin Iskandar menjadi satu-satunya kontestan yang tidak memasukkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya.
Dalam dokumen visi, misi, dan program kerja mereka yang berjudul Indonesia Adil Makmur untuk Semua, Anies dan Muhaimin hanya mengusung sembilan program pembangunan Kalimantan, seperti menjadi percontohan dunia dalam penerapan ekonomi hijau dan melibatkan masyarakat lokal dalam tiap tahap pembangunan.
Di sisi lain, pasangan calon lainnya, seperti Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, secara spesifik menyebutkan keberlanjutan program IKN dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya yang berjudul Menuju Indonesia Unggul. Mereka juga memastikan percepatan pembangunan IKN.
Pasangan calon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka juga memasukkan pembangunan IKN dalam dokumen visi, misi, dan program kerjanya yang bertajuk Bersama Indonesia Maju. Pembangunan IKN bahkan dimasukkan sebagai salah satu prestasi Prabowo sebagai menteri pertahanan, dengan menyebutkan bahwa ia memperbaiki dan meningkatkan kualitas SMA Taruna Nusantara, membangun lima sekolah baru, dan membangun dua politeknik baru.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengingatkan bahwa keputusan masuk atau tidaknya pembangunan IKN dalam dokumen visi misi akan mempengaruhi besaran penggunaan APBN. Jika pembangunan IKN tidak dijadikan prioritas, maka anggaran untuk proyek tersebut tidak akan sebesar pasangan Ganjar-Mahfud MD dan Prabowo-Gibran.
Tauhid menekankan bahwa kebijakan pembangunan IKN tidak akan dihentikan oleh calon presiden manapun, karena biaya pembangunan yang sudah berjalan akan lebih besar jika terhenti tiba-tiba, dan efek pembangunannya juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Mohammad Faisal dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, tidak dimasukkannya IKN dalam visi misi Anies-Muhaimin menunjukkan tingkat prioritas terhadap pembangunan tersebut. Namun, hal tersebut tidak berarti pembangunan IKN akan dihentikan secara total oleh Anies-Muhaimin.
Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (Celios) berpendapat bahwa wajar jika Anies-Muhaimin tidak memasukkan program pembangunan IKN ke dalam visi, misi, dan program kerjanya karena biaya yang dibutuhkan akan sangat tinggi jika harus dibiayai oleh APBN. IKN masih menjadi isu kontroversial dan pembiayaannya masih menjadi perdebatan. Dalam situasi ini, para calon presiden perlu memilih antara melanjutkan pembangunan IKN atau fokus pada program-program baru yang membutuhkan anggaran.