PortalBeritaAntara.live adalah portal berita online yang menyajikan informasi terkini dan terpercaya dari berbagai bidang, termasuk kriminal, olahraga, otomotif, dan politik
Berita  

Sri Mulyani: Gaji Karyawan di Indonesia Meningkat, Meski Setoran PPh Masih Dalam Angka Dua Digit.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa setoran pajak hingga bulan September 2023 masih terus tumbuh, meskipun dengan laju yang lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penerimaan pajak pada periode tersebut dipengaruhi oleh jenis pajak yang mayoritas masih mengalami pertumbuhan.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa total penerimaan pajak hingga September 2023 mencapai Rp 1.387,78 triliun, naik sebesar 5,9% dibandingkan dengan September 2022 yang mencapai Rp 1.310,3 triliun, dan pada saat itu pertumbuhannya mencapai 54,2%. Realisasi tersebut sudah mencapai 80,78% dari target APBN tahun ini sebesar Rp 1.718 triliun. Sri Mulyani juga memperkirakan bahwa setoran pajak hingga akhir tahun dapat mencapai Rp 1.818,2 triliun atau melampaui target APBN 2023.

Menurut Sri Mulyani, realisasi setoran pajak yang mencapai 80,78% dari target adalah hal yang bagus untuk bulan September. Ia juga mengungkapkan bahwa jenis pajak yang masih mengalami pertumbuhan yang tinggi adalah PPh pasal 21 atau pajak penghasilan karyawan. Pertumbuhannya mencapai 17,2% dengan kontribusi terhadap total penerimaan pajak sebesar 11,2%. Pertumbuhan PPh pasal 21 tersebut melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 21,4%.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa jika PPh pasal 21 tinggi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menambah jumlah karyawan atau meningkatkan gaji karyawan. Hal ini merupakan indikator yang cukup baik dan pertumbuhannya masih tumbuh dengan dua digit.

Selain itu, PPh Orang Pribadi juga masih mengalami pertumbuhan sebesar 2,7% meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2022 yang mencapai 8,7%. Kontribusinya terhadap total penerimaan pajak cukup kecil, yakni hanya 0,8%.

Adapun jenis pajak yang mengalami penurunan adalah PPh Badan. Jenis pajak ini menjadi kontributor terbesar terhadap total penerimaan pajak, namun pertumbuhannya hanya sebesar 21,2%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode hingga September 2022 yang mencapai 115,7%. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya angsuran PPh pasal 25 seiring dengan melemahnya ekspektasi profitabilitas di sektor komoditas.

Pertumbuhan setoran juga terjadi pada jenis pajak PPh pasal 26 atau pajak penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri di Indonesia. Pertumbuhannya mencapai 20,2%, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 18,8%, dengan kontribusi sebesar 4,6%.

Selain itu, setoran PPN Dalam Negeri juga mengalami pertumbuhan sebesar 13,4% dengan kontribusi 23,5%, meskipun turun dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 39,8%. Pertumbuhan ini didorong oleh masih kuatnya konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, dan investasi.

Namun demikian, Sri Mulyani menekankan bahwa pertumbuhan setoran PPN masih lemah dan volatil. Pertumbuhannya pada bulan Agustus hanya sebesar 2,4%, sedangkan pada bulan Juli mengalami kontraksi sebesar 8,2%, dan pada bulan September mengalami kontraksi sebesar 0,4%.

Beberapa jenis pajak mengalami kontraksi, seperti PPh 22 impor yang mengalami penurunan sebesar 6,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mengalami pertumbuhan sebesar 123,5%. PPh Final juga mengalami penurunan sebesar 35,6% dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 68,1%, dan PPN Impor mengalami penurunan sebesar 5,8% dari pertumbuhan sebesar 48,2%.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan nilai impor akibat moderasi harga-harga komoditas, dan penurunan PPh Final disebabkan program Tax Amnesty Jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang tidak berulang.

Sri Mulyani menyimpulkan bahwa kondisi tersebut sesuai dengan perlambatan ekonomi global terutama di Tiongkok dan pertumbuhan ekspor-impor yang negatif.