Perang antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina, Hamas, masih berlanjut di Gaza. Militer Israel terus melakukan serangan intensif untuk menghancurkan Hamas yang telah menyerang bagian Selatan Israel pada tanggal 7 Oktober lalu.
Beberapa fakta baru muncul dalam konflik ini, seperti kemungkinan perang yang melibatkan Iran dengan merekrut pasukan untuk melawan Israel dan munculnya front baru yang terkait dengan militan di Lebanon. Selain itu, jumlah korban jiwa terus bertambah dan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, memberikan peringatan kepada Israel.
Berikut adalah perkembangan terbaru dalam konflik ini:
1. PM Palestina Menolak Rencana Israel
Israel berencana mengakhiri perang di Gaza dengan membentuk otoritas transisi yang akan menguasai wilayah tersebut. Namun, Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammad Shtayyeh, menolak rencana ini. Ia menyatakan bahwa otoritas Palestina tidak akan mengambil alih kendali Gaza setelah konflik dengan Israel tanpa adanya perjanjian komprehensif yang juga mencakup Tepi Barat sebagai negara Palestina.
Shtayyeh menekankan bahwa mereka tidak akan bekerja sama tanpa kembalinya ke proses perdamaian yang menghasilkan pembentukan dua negara yang berdaulat. Ia menambahkan bahwa yang mereka butuhkan adalah visi komprehensif dan damai, di mana Tepi Barat memperoleh solusi dan Gaza terhubung dengan wilayah tersebut dalam kerangka solusi dua negara.
2. Iran Merekrut Pasukan untuk Serang Israel
Situasi perang antara Israel dan Gaza semakin meluas. Kali ini, rival utama Israel di Timur Tengah, Iran, sedang mempersiapkan diri untuk berperang dengan Israel. Garda Revolusi Iran, lembaga militer Iran, telah melakukan kampanye rekrutmen online yang disebut Badai Al Aqsa untuk mengajak pemuda Iran bergabung dengan Hamas di Gaza dalam upaya perang mereka. Video dan kampanye ini telah berhasil mengumpulkan lebih dari 3 juta sukarelawan yang siap berperang.
Iran memiliki hubungan dekat dengan Hamas. Israel telah menerima ancaman baru jika mereka benar-benar melakukan invasi darat ke Gaza dan diduga memberikan senjata kepada kelompok tersebut. Iran juga memiliki kekuatan proksi yang kuat di Lebanon, yaitu Hizbullah. Kelompok ini juga ikut menyerang Israel dengan misil saat Israel masih fokus menyerang Gaza.
3. Tunisia Mengkriminalisasi Normalisasi Hubungan dengan Israel
Parlemen Tunisia sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang yang akan mengkriminalisasi normalisasi hubungan dengan Israel. Rancangan undang-undang ini akan memberikan hukuman penjara mulai dari enam hingga 12 tahun, serta denda antara 10.000 hingga 100.000 dinar Tunisia (sekitar Rp 50 juta hingga Rp 500 juta) bagi siapa pun yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, budaya, atau militer dengan Israel.
Kepala aliansi politik Sovereign National Line Tunisia, Youssef Youssef Tarshoun, menyatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut mencakup kejahatan spionase, mendukung musuh Zionis, membawa senjata melawan Palestina, dan kejahatan yang mendukung entitas Zionis.
4. Muncul Front Perang Baru di Lebanon
Kelompok Hamas di Gaza mengumumkan bahwa militan mereka di selatan Lebanon telah meluncurkan roket ke arah Israel, meningkatkan eskalasi konflik di perbatasan. Sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, menyatakan bahwa mereka telah meluncurkan 16 roket ke kota Nahariya di wilayah Galilea Israel sebagai balasan atas tindakan Israel terhadap rakyat Gaza. Jamaah Islamiah, kelompok Islam di Lebanon, juga mengklaim telah menembakkan roket ke kota perbatasan Israel, Kiryat Shmona. Hizbullah, kelompok yang memiliki kekuasaan di Lebanon dan berhubungan dengan Iran, juga mengklaim menyerang beberapa posisi tentara Israel dan melaporkan adanya kematian salah satu pejuang mereka.
Menurut laporan AFP, sejak 7 Oktober, kekerasan di perbatasan telah menewaskan setidaknya 59 orang di Lebanon, sebagian besar adalah pejuang Hizbullah. Namun, beberapa warga sipil juga termasuk dalam korban, termasuk seorang jurnalis.
5. Peringatan Keras dari Biden kepada Netanyahu
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menekan Israel untuk melindungi warga sipil di Gaza dan mendesak peningkatan bantuan kemanusiaan segera dalam wilayah tersebut. Dalam telepon dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada hari Minggu, Biden menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri namun harus melakukannya dengan cara yang sesuai dengan hukum internasional untuk melindungi warga sipil.
Biden dan Netanyahu juga membahas upaya untuk membebaskan lebih dari 200 sandera yang ditahan oleh Hamas setelah serangan mendadak Israel pada tanggal 7 Oktober. Biden juga menekankan perlunya peningkatan segera aliran bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan warga sipil di Gaza yang pasokannya semakin berkurang.
6. Massa di Rusia Menyerbu