Tahun 2023 adalah tahun yang menguji hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa (UE). Selain nikel, perdagangan kedua belah pihak juga dihambat oleh undang-undang deforestasi.
UU yang disebut “EU Deforestation Regulation (EUDR)” disetujui sejak April dan mulai berlaku pada 16 Mei 2023. Eropa mengklaim bahwa UU ini bertujuan untuk mengurangi risiko penggundulan hutan.
“UE adalah konsumen dan pedagang besar komoditas dan produk yang memainkan peran penting dalam deforestasi,” tulis pernyataan resmi Parlemen Eropa dalam situs resminya.
Beberapa komoditas yang terpengaruh termasuk minyak sawit, sapi, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai. Aturan ini juga berlaku untuk produk turunan seperti cokelat, furniture, kertas cetak, dan turunan berbahan dasar minyak sawit.
Dengan diberlakukannya aturan ini, semua komoditas andalan Indonesia akan dilarang masuk ke negara anggota UE jika tidak lolos uji deforestasi. Hal ini akan berdampak besar terutama pada ekspor minyak sawit dan produk turunannya, kulit, karet, kopi, dan kakao yang dihasilkan oleh Indonesia. Aturan ini juga mempengaruhi Malaysia, yang juga merupakan pengekspor minyak sawit besar global.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa Indonesia akan melawan UU EUDR ini. Ia menyebut bahwa aturan ini diskriminatif bagi Indonesia dan berencana untuk melakukan perlawanan baik melalui forum IEU-CEPA maupun melalui gugatan.
Uni Eropa disebut akan terdampak sendiri dari kebijakan yang diberlakukannya. Pasalnya, Uni Eropa membutuhkan produk-produk yang kini dilarang masuk akibat aturan deforestasi. Misalnya, Uni Eropa merupakan importir biji kakao terbesar di dunia dan mayoritas impor berasal dari Indonesia.
Penerapan aturan ini juga menyulitkan petani di Indonesia, terutama pada sektor kopi dan minyak sawit, serta berpotensi meningkatkan kemiskinan di negara tersebut.
Dengan demikian, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa menjadi tegang akibat berlakunya UU deforestasi ini.