Awal kemerdekaan, Indonesia dalam kondisi sulit ekonomi. Salah satu bantuan akhirnya datang dari pengusaha Aceh yang memberikan 50 kg emas.
Pada 16 Juni 1948, Presiden Soekarno melakukan kunjungan ke Kutaraja, Aceh. Kunjungan ini penting dari segi politik dan juga ekonomi.
Khusus ekonomi, Aceh merupakan daerah dengan modal karena memiliki banyak kekayaan. Inilah yang membuat Soekarno datang dan meminta dukungan.
Saat bertemu dengan saudagar Aceh dalam kelompok Gasida (Gabungan Saudagar Indonesia Aceh), Soekarno menyebut kondisi ekonomi tidak baik. Kas negara habis karena Belanda melakukan blokade dan agresi militer.
Soekarno berharap para saudagar itu bisa memberikan pesawat yang menjadi kendaraan berpindah dari satu pulau ke pulau lain. Nama pesawat Dakota yang senilai 25 kg emas disebut Soekarno dalam pertemuan itu, seperti disampaikan Jihad Akbar di Medan Area (1990).
Ucapan itu juga disertai ‘ancaman’ Soekarno yang ogah makan sebelum diberi kepastian dari masyarakat Aceh. Dia baru akan makan setelah impiannya bisa terwujud.
Ketua Gasida, M. Djoenoed Joesoef, langsung peka. Dia langsung menjawab kesediaan mengumpulkan emas. Di luar jamuan makan itu, donasi dikumpulkan lewat Panitia Dana Dakota, dari rakyat biasa hingga saudagar Aceh memberikan uang dan emasnya untuk disumbangkan.
Bukan hanya 25 kg emas, namun mereka berhasil mengumpulkan dua kali lipatnya hingga 50 kg emas. Sebagai informasi, pemberian para pengusaha 50 kg emas jika dikonversi ke masa kini bisa senilai Rp 50 miliar.
Sumber lain seperti disampaikan dalam Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak (2011) menyebut, donasi juga berhasil mengumpulkan 130 ribu straits-dollar dan 5 Kg emas.
Hasil sumbangan itu diberikan kepada Soekarno. Lalu dibelikan dua pesawat sekaligus, satu bernama Gasida dan pesawat lain atas nama rakyat Aceh.
Kedua pesawat berjenis DC-3 dengan nomor registrasi RI-001 dan RI-002. Keduanya juga diberi nama Seulawah yang artinya Gunung Emas. Kelak, setibanya di Indonesia pesawat tersebut dioperasikan Indonesia Airways, perusahaan yang di kemudian hari berubah nama jadi Garuda Indonesia.