Pemerintah Indonesia memastikan bahwa tarif pajak minimum global sebesar 15% tidak langsung diterapkan di Indonesia, meskipun Indonesia berambisi untuk menjadi anggota OECD yang mengusulkan tarif pajak tersebut. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan bahwa Indonesia baru akan menyerahkan Initial Memorandum pada awal 2025 sebagai tahapan untuk masuk ke OECD.
Initial Memorandum adalah dokumen yang digunakan untuk mengukur tingkat keselarasan regulasi, kebijakan, dan praktik negara kandidat dengan OECD. Setelah proses penilaian Initial Memorandum dilakukan oleh OECD, pemerintah Indonesia harus menyesuaikan berbagai aturan dan kebijakan, termasuk dalam masalah perpajakan. Perubahan undang-undang akan terjadi jika diperlukan sesuai dengan hasil penilaian OECD.
Meskipun proses aksesinya akan dilanjutkan, penyesuaian tersebut dapat membuat beberapa negara mengalami hambatan, seperti yang terjadi pada Brazil. Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk menjadi anggota OECD dan memperbaiki regulasi sesuai dengan standar internasional. Penerapan global minimum tax di Indonesia diusulkan oleh OECD dengan tarif efektif minimum 15%, yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 3,8 triliun sampai Rp 8,8 triliun.
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menyatakan bahwa penerapan pajak minimum global menjadi penting mengingat pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi. Perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara tanpa kehadiran fisik perusahaan membuat sistem pajak tradisional tidak efektif dalam menarik pajak dari perusahaan tersebut. Penerapan pajak minimum global diharapkan dapat mengatasi ketidakseimbangan antara keuntungan perusahaan dengan pembayaran pajak yang dilakukan.