Indonesia memiliki keunikan dalam budaya kuliner, salah satunya adalah penggunaan daun jeruk dalam masakan tradisional seperti rendang. Di dunia internasional, daun jeruk Indonesia juga diminati karena kualitasnya yang unggul. Meskipun permintaan terus meningkat, sayangnya ekspor daun jeruk Indonesia mengalami penurunan yang signifikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor daun jeruk Indonesia pada tahun lalu mencapai US$3,26 juta atau sekitar Rp 53 miliar. Angka ini mengalami penurunan signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, bahkan di bawah angka pada tahun 2019. Meskipun begitu, ekspor daun jeruk masih didominasi oleh Malaysia dan Jepang, dengan nilai ekspor tertinggi.
Malaysia menjadi pasar terbesar bagi daun jeruk Indonesia karena kebutuhan industri kuliner dan makanan olahan. Kedekatan geografis antara Indonesia dan Malaysia juga membuatnya menjadi pemasok utama dengan biaya pengiriman yang lebih murah. Sementara Jepang menggunakan daun jeruk Indonesia untuk industri makanan sehat, farmasi, teh, dan minyak esensial.
Selain Malaysia dan Jepang, negara lain seperti Iran, India, dan Belanda juga menjadi pasar ekspor daun jeruk Indonesia. Meskipun nilai ekspornya tidak begitu besar, permintaan terhadap daun jeruk Indonesia cukup stabil. Faktor penurunan ekspor bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti pandemi Covid-19 dan kendala logistik global.
Sejumlah negara pesaing, seperti Thailand dan Vietnam, juga mulai mengekspor daun jeruk dengan harga yang kompetitif. Standar tinggi terkait residu pestisida dan kualitas produk di Uni Eropa dan Jepang juga menjadi tantangan tersendiri bagi eksportir Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk meningkatkan kualitas, efisiensi rantai pasok, dan diversifikasi pasar ekspor agar Indonesia tidak kehilangan pangsa pasar di pasar global.