Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membahas dampak positif dari efisiensi atau blokir anggaran sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Tanpa kebijakan tersebut, defisit APBN 2025 diperkirakan akan melebar hingga Rp662 triliun atau 2,78% dari PDB, melampaui target awal Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB. Hal ini disebabkan oleh penurunan penerimaan negara yang dipicu oleh ketidaklaksanaan penerapan PPN 12% secara menyeluruh, pemindahan dividen BUMN ke Danantara, dan penurunan harga komoditas.
Dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Sri Mulyani menyoroti bahwa penerimaan negara diprediksi tidak akan mencapai target tahun ini sebesar Rp3.005,1 triliun, tetapi hanya mencapai Rp2.865,5 triliun atau 95,4% dari target. Sementara itu, belanja negara yang semula dianggarkan Rp3.621,3 triliun, diperkirakan hanya akan mencapai 97,4% atau Rp3.527,5 triliun dari target APBN 2025. Hal ini terkait dengan kebutuhan tambahan dana sekitar Rp300 triliun untuk program-program prioritas yang disampaikan Presiden. Untuk menghindari defisit yang lebih besar, efisiensi dilakukan dan anggaran direkonstruksi.
Sri Mulyani juga menambahkan bahwa program-program prioritas yang dianggap lebih strategis oleh Presiden memerlukan perhatian khusus untuk mencegah defisit APBN semakin meluas. Dengan demikian, efisiensi anggaran menjadi strategi yang penting dalam menghadapi kondisi penerimaan negara yang melemah dan kebutuhan belanja yang cukup besar. Hal ini diyakini dapat membawa dampak positif dalam menjaga keseimbangan anggaran pada tahun 2025.