Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan perubahan besar dalam pendekatan perdagangan global negaranya dengan mengesampingkan rencana semula untuk melakukan puluhan kesepakatan dagang bilateral. Sebagai gantinya, mulai Jumat (4/7/2025), Washington akan mengirimkan surat resmi kepada negara-negara mitra dagang untuk memberitahukan tarif impor baru yang akan mereka hadapi saat memasukkan barang ke pasar AS. Menurut Trump, lebih dari 170 negara menjadi tantangan dalam membuat kesepakatan dagang bilateral, sehingga langkah yang diambil adalah memberlakukan tarif impor baru untuk kelompok negara tertentu.
Langkah lain yang diambil oleh AS adalah melonggarkan pembatasan ekspor ke China. Substansi dari kebijakan ini adalah memungkinkan perusahaan teknologi AS seperti Synopsys (SNPS) dan Cadence (CDNS) untuk kembali menjual perangkat lunak desain chip ke pelanggan di China. Sementara itu, AS telah mencapai kesepakatan dagang dengan Vietnam, yang mengatur tarif impor atas barang-barang Vietnam sebesar 20%, jauh lebih rendah dibanding ancaman sebelumnya.
Di sisi lain, hubungan dagang AS dengan Jepang memburuk, dengan ancaman kenaikan tarif hingga 30%, 35%, atau lebih. Uni Eropa, sementara itu, bersedia menerima tarif universal sebesar 10% untuk sebagian besar ekspornya ke AS, namun tetap meminta pengecualian untuk beberapa sektor produk tertentu. Kanada juga membatalkan pajak layanan digital yang sebelumnya ditujukan pada perusahaan teknologi AS, membuka jalan bagi negosiasi lanjutan di bidang perdagangan.
Perusahaan raksasa Eropa seperti Mercedes-Benz Group AG dan LVMH juga turut serta dalam tekanan terhadap Uni Eropa agar tidak merespons terlalu keras terhadap ancaman tarif Trump. Menteri Keuangan AS memperingatkan sekitar 100 negara bahwa tarif timbal balik sebesar 10% mungkin akan diterapkan kepada negara-negara yang tidak mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu yang ditentukan. Inilah perkembangan terkini terkait perang dagang AS di berbagai belahan dunia.